Diposkan pada Psikologi, Your Competence

Pengalaman mengikuti Tes MMPI

a. MMPI

Tes MMPI adalah tes psikologi yang digunakan untuk proses diagnosa gangguan jiwa oleh psikiater seperti gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan depresi, kehohongan, dan sebagainya, Tes MMPI ini berupa ratusan pernyataan dengan alternative pilihan jawaban berupa setuju (+) dan tidak setuju (-). Jadi saat melakukan tes, badan harus sehat, fit, karena dibutuhkan ketahanan dan konsentrasi yang tinggi dalam menjawab setiap pernyataan. Tips dan kunci dari menjawab MMPI ini harus JUJUR.

b. Pengalaman

Baru-baru ini saya mengikuti salah satu test MMPI untuk keperluan pekerjaan. Hasilnya luar biasa capek, karena soalnya ternyata sangat banyak. Bagi teman-teman yang ingin belajar mengisi tes MMPI untuk mengikuti proses wawancara kerja ataupun kebutuhan dari pekerjaan dan pribadi, silahkan mengunduh dibawah ini. Silahkan belajar sendiri untuk mengisi dan memasukkan jawabannya.

Cover MMPI

Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI Inventory)

Soal MMPI lengkap

Penjelasan norma jujur-pembohong

MMPI Intarpratasi 

 

 

 

 

 

Diposkan pada Uncategorized

Bagi yang Sedang Berpacaran

Setiap orang yang berpacaran cepat atau lambat harus mengambil keputusan! Pada umumnya dilema yang dihadapi sama, yakni memastikan bahwa kekasih kita adalah pasangan hidup kita yang tepat. Nah, memastikan inilah yang sering kali menjadi masalah, sebab adakalanya hari ini kita merasa yakin, besoknya malah merasa bingung. Untuk mereka yang sedang berpacaran dan termasuk dalam kategori “ya-bing” (ya yakin, ya bingung), di bawah ini ada beberapa butir petunjuk yang mudah-mudahan bermanfaat.

PERTAMA, nikahilah seseorang yang mengasihi Tuhan. Mungkin ada sebagian Saudara yang berteriak, “Saya tidak setuju! Orangtua saya adalah orang Kristen, namun pernikahan mereka tidak harmonis.” Kepada Saudara yang berkata demikian, saya menjawab, “Saya setuju dengan keberatan Saudara!” Tidak dapat dipungkiri, di dunia ini ada pernikahan Kristen yang harmonis, namun ada pula yang tidak harmonis. Pernikahan bukan hanya berkaitan dengan hal sorgawi, pernikahan juga merupakan ajang dimana hal yang sorgawi dijelmakan dalam interaksi dengan sesama manusia. Di sinilah kita bergumul karena kita tidak senantiasa hidup dalam kehendak Tuhan yang menekankan pentingnya hidup damai satu sama lain.

Namun demikian, izinkan saya sekarang menjelaskan pandangan saya ini. Dalam 1Korintus 7:39, Rasul Paulus menyampaikan firman Tuhan kepada para istri yang suaminya telah meninggal,

“… ia bebas kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”

Menikah dengan sesama orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah kehendak Tuhan sendiri. Dengan kata lain, unsur ketaatan memang diperlukan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Selain itu, pilihlah pasangan hidup yang bukan sekedar mengaku bahwa ia seorang Kristen, melainkan seseorang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budinya. Saya dan Santy (istri saya) tidak berani mengklaim bahwa kami senantiasa mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Namun, kami berani berkata bahwa kami berupaya untuk senantiasa mengasihi (mengutamakan) Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Tatkala saya memintanya untuk kembali ke Indonesia, ia mengalami pergumulan yang berat (adakalanya masalah ini masih mencuat sampai sekarang) sebab situasi kami saat itu sudah lebih berakar di Amerika Serikat. Secara manusiawi, kedua pandangan ini sukar ditemukan karena kami berdua tidak mau sembarangan menggunakan nama Tuhan untuk mengesahkan keinginan pribadi masing-masing. Faktor mengasihi Tuhanlah yang akhirnya menyelesaikan masalah ini. Berbekal keinginan dan tekad untuk hidup menyenangkan hati Tuhan, Santy memutuskan untuk pulang mendampingi saya.

Hati yang rindu menyenangkan hati Tuhan, yang keluar dari kasih kita kepada-Nya adalah faktor pertama yang harus dimiliki oleh pasangan kita (sudah tentu oleh kita pula). Keharmonisan dalam pernikahan bergantung pada kemampuan kita menyesuaikan diri satu sama lain. Kemampuan kita menyesuaikan diri tidaklah terlepas dari keinginan untuk menyesuaikan diri; sedangkan keinginan untuk menyesuaikan diri sering kali harus timbul dari ketaatan kita pada Tuhan.

KEDUA, nikahilah seseorang yang mengasihi diri Saudara. Pasti ada di antara Saudara yang bergumam, “Sudah pasti ia mengasihi saya, kalau tidak, mana mungkin ia bersedia menjadi pacar saya sekarang.” Komentar saya untuk tanggapan Saudara adalah, “ya dan tidak”, dalam arti tergantung pada pemahaman kita akan makna kasih itu sendiri. Dalam salah satu episode kisah “Return of The Condor Heroes”, si Gadis Naga Kecil berkata kepada Yoko, “Asalkan aku dapat bersamamu, aku akan bahagia.” (Saya tidak ingat secara persis kalimatnya, tapi kira-kira itulah intinya). Sudah tentu ungkapan seperti ini adalah salah satu akibat dari perasaan kita tatkala sedang mengasihi seseorang. Namun, ungkapan ini sekali-kali bukanlah kasih itu sendiri.

Saya akan menjelaskan apa yang saya maksudkan. Bedakanlah kedua makna pernyataan ini. Pertama, “Karena saya mengasihimu, maka saya ingin hidup bersamamu.” Kedua, “Saya ingin hidup bersamamu, oleh sebab itu pastilah saya mengasihimu.” Kedua kalimat ini tidaklah sama meskipun secara sepintas terdengar serupa. Kalimat pertama menunjukkan bahwa keinginan hidup bersama timbul dari kasih; jadi kasih dahulu setelah itu baru muncul keinginan untuk hidup bersama. Kalimat kedua memperlihatkan bahwa keinginan hidup bersama mendahului kasih dan kasih seolah-olah dianggap pasti ada, oleh karena adanya keinginan hidup bersama.

Menurut saya, yang sehat adalah yang pertama. Kita mengasihi seseorang dan karena mengasihinya, kita mulai berhasrat untuk hidup bersamanya dalam mahligai pernikahan. Namun jika kita tidak berhati- hati, kita bisa terperangkap dalam kesalahpahaman yang berkaitan dengan kalimat kedua tadi. Kita bisa saja ingin hidup bersama dengan seseorang, misalnya karena ia membuat kita bahagia. Sebelum kehadirannya, hidup kita bak awan mendung dirundung kekecewaan. Setelah kita bertemu dengannya, hidup kita ceria ibarat rumput yang diselimuti embun pagi. Reaksi seperti ini tidak selalu salah, tetapi apabila tidak mawas diri, kita bisa berpikir bahwa kita mengasihi seseorang, padahal yang terjadi adalah kita senang berada di dekatnya sebab ia berhasil memenuhi kebutuhan kita atau membawa perubahan tertentu dalam hidup kita. Saya kira ini bukan kasih.

Kasih, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan kita, dapat disarikan dalam satu kalimat,

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal ….”
(Yohanes 3:16)

Dengan kata lain, kasih bersifat mengutamakan kebutuhan atau kepentingan orang lain, sebagaimana Tuhan Allah mengaruniakan Anak- Nya agar kita dapat menikmati hidup yang bebas dari kuasa dan kutukan dosa. Jadi, nikahilah seseorang yang mengasihi kita, yang bersedia berkorban demi kebutuhan dan kepentingan kita. Kasihnya kepada kita diwujudkan dalam kerelaannya mengutamakan kita, sekurang-kurangnya ia berusaha untuk melakukannya meskipun tidak sempurna. (Tidak usah saya tekankan lagi, sudah tentu kita pun harus menjadi orang yang mengasihi dia seperti itu pula, baru kita layak mengharapkan kasih yang serupa).

KETIGA, nikahilah seseorang yang dapat mengasihi dirinya. Secara sepintas, saran ini bertentangan dengan butir kedua tadi. Bukankah kalau kita mengutamakan kepentingan orang lain, hal itu berarti kita mengesampingkan kepentingan pribadi? Betul, kita harus dapat mengesampingkan kepentingan diri dulu baru bisa mengasihi seseorang sedemikian rupa, namun ini tidak berarti bahwa kita menjadi orang yang tidak mengasihi diri kita sendiri. Mengasihi diri hanya dimungkinkan apabila kita telah mengenal siapa kita dan tidak berkeberatan menerima diri apa adanya. Mengasihi diri hanya dapat muncul apabila kita sudah memiliki konsep yang jelas dan tepat akan siapa kita serta memandang diri dengan “kacamata” yang positif. Mengasihi diri berarti mengutamakan kepentingan dan kebutuhan diri; dengan kata lain, menganggap diri cukup berharga untuk diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya.

Butir kedua dan ketiga harus berdampingan; apabila tidak, timbullah masalah yang serius dalam pernikahan. Seseorang yang hanya mengutamakan kebutuhan orang lain tanpa menghiraukan kebutuhannya sendiri mungkin sekali adalah seseorang yang belum memiliki kepribadian yang mantap. Sebaliknya, seseorang yang mengutamakan kepentingannya belaka ialah seseorang yang egois dan serakah. Keseimbangan antara mengutamakan orang lain dan mengutamakan diri sendiri memang harus dijaga dengan hati-hati. Namun, yang jelas orang yang dapat menghargai dirinya barulah bisa menjadi orang yang menghargai orang lain. Tanpa penghargaan diri, penghargaan kita terhadap orang lain merupakan kewajiban semata-mata atau keluar dari rasa kurang aman.

Pada awal pernikahan kami, Santy dan saya juga terjebak dalam perangkap “hanya mengutamakan kebutuhan yang lain”. Ternyata sikap seperti ini tidak dapat bertahan lama, karena kebutuhan dan kepentingan kami masing-masing tidak bisa dikesampingkan terus menerus. Sampai pada suatu titik, kami harus lebih vokal menyuarakan apa yang menjadi kebutuhan kami. Setelah itu kami pun harus dan baru bisa belajar memenuhi kebutuhan satu sama lain secara lebih terarah. Apabila kita tidak mengkomunikasikan kebutuhan kita dengan jelas, bagaimana mungkin pasangan kita memenuhinya dengan tepat pula?

Ketiga butir ini sesungguhnya merupakan penguraian dari perintah agung Tuhan kita,

“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
(Matius 22:37-39)

Singkat kata, nikahilah seseorang yang hidup dalam perintah dan firman Tuhan yang agung ini. Barulah setelah itu kita dapat menikmati pernikahan yang agung.

Parakaleo, Vol.2/2 April-Juni 1995
Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.

Diposkan pada Uncategorized

Proses Pacaran yang Benar

Bagi kebanyakan remaja saat ini, pacaran telah dijadikan sebagai tujuan hidup atau semacam cita-cita. Memiliki pacar ataupun menjadi pacar seseorang dianggap sebagai sebuah status yang membanggakan, sehingga tidak sedikit remaja yang merasa malu apabila belum memiliki pacar. Padahal, yang dimaksud dengan berpacaran tidaklah sesederhana itu. Pacaran merupakan sebuah tahap di mana kita dan pasangan belajar untuk lebih saling mengenal, sebelum nantinya masuk ke tahap yang lebih jauh, yaitu pernikahan. Pacaran itu sendiri merupakan sebuah proses. Kurangnya pemahaman akan hal inilah yang menyebabkan pacaran kita kerap putus di tengah jalan. Seperti apa sih proses yang dimaksud?

Berikut adalah penjelasan dari Pdt. Yakub Susabda tentang proses pacaran yang benar, yang kami kutip dari buku beliau yang berjudul “Pastoral Konseling”.

  1. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari “Subjective Love” ke “Objective Love”

“Subjective love” sebenarnya tidak berbeda dari manipulative love, yaitu “kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulasi orang yang menerimanya”. Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan kemauan dan tugas dari si pemberi, dan tidak memperhitungkan akan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh si penerima. Sesuai dengan “sinful nature”nya, setiap anak kecil telah belajar mengembangkan “subjective love”. Dan, “subjective love” ini tidak dapat menjadi dasar pernikahan. Pacaran merupakan saat yang tepat untuk mematikan “sinful nature” tersebut dan mengubah kecenderungan “subjective love” menjadi “objective love”, yaitu memberi sesuai dengan apa yang baik yang betul-betul dibutuhkan si penerima.

2. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari “Envious Love” ke “Jealous Love”

“Envious” sering diterjemahkan sama dengan “jealous”, yaitu cemburu. Padahal “envious” memunyai pengertian yang berbeda. “Envious” adalah rasa cemburu yang negatif, yang ingin mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya. Sedangkan “jealous” adalah rasa cemburu yang positif, yang menuntut apa yang memang menjadi hak dan miliknya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan kalau Alkitab sering menyaksikan Allah sebagai Allah yang “jealous”, yang cemburu. Israel adalah milik-Nya, umat tebusan-Nya. Kalau Israel menyembah berhala atau lebih memercayai bangsa-bangsa kafir sebagai pelindungnya, Allah cemburu dan akan merebut Israel kembali kepada-Nya. Begitu pula dengan pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran pemuda-pemudi Kristen harus ditandai dengan “jealous love”. Mereka tidak boleh menuntut “sesuatu” yang bukan atau belum menjadi haknya (seperti: hubungan seksual, wewenang mengatur kehidupannya, dan sebagainya). Tetapi, mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, seperti kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah pada Allah dalam Tuhan Yesus, dan sebagainya.

3. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari “Romantic Love” ke “Real Love”

“Romantic love” adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa “kehidupan ini manis semata-mata”. Pemuda-pemudi yang berpacaran biasanya terjerat ke dalam “romantic love”. Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa mencoba mempertanyakan realitasnya, misalnya mengajukan pertanyaan berikut ini:

      • Apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?

      • Apakah ia memang orang yang begitu sabar, “caring”, penuh tanggung jawab seperti yang selama ini ditampilkan?

      • Apakah realitas hidup akan seperti ini terus (penuh cumbu rayu, rekreasi, jalan-jalan, cari hiburan)?

Pacaran merupakan persiapan pernikahan. Oleh karena itu, pacaran Kristen tidak mengenal “dimabuk cinta”. Pacaran Kristen boleh dinikmati, tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.

  1. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari “Activity Center” ke “Dialog Center”

Pacaran orang-orang non-Kristen hampir selalu “activity center”. Isi dan pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas (nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dan sebagainya), sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan dua pribadi yang tidak saling mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda. Sekali lagi, orang-orang Kristen juga boleh berekreasi dan sebagainya, tetapi “center”nya (isi dan pusatnya) bukan pada rekreasi itu sendiri, tetapi pada dialog, yaitu interaksi antara dua pribadi secara utuh sehingga hasilnya suatu pengenalan yang benar dan mendalam.

2. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari “Sexual Oriented” ke “Personal Oriented”

Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan kebutuhan seksual. Orientasi dari kedua insan tersebut bukanlah pada hal-hal seksual, melainkan, sekali lagi, pada pengenalan pribadi yang mendalam.

Jadi, masa pacaran tidak lain dari masa persiapan pernikahan. Oleh karena itu, pengenalan pribadi yang mendalam merupakan keharusan. Melalui dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer sebagai dasar pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus sampai di sini. Beberapa hal yang primer tersebut, antara lain:

3. Imannya

Apakah sebagai orang Kristen ia betul-betul sudah dilahirkan kembali (Yohanes 3:3), memunyai rasa takut akan Tuhan (Amsal 1:7) lebih daripada ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat-tempat yang tersembunyi dari mata manusia sekalipun ia tetap takut berbuat dosa. Apakah ia memunyai kehausan akan kebenaran Allah dan menjunjung tinggi hal-hal rohani?

4. Kematangan Pribadinya

Apakah ia dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya dengan cara yang baik? Dapat bergaul dan menghormati orang-orang tua? Apakah ia menghargai pendapat orang lain?

5. Temperamennya

Apakah ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat? Dapat menempatkan diri dalam lingkungan yang baru, bahkan sanggup membina komunikasi dengan mereka? Apakah emosinya cukup stabil?

6. Tanggung Jawabnya

Apakah ia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung jawabnya, baik dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dan sebagainya?

Kegagalan dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang primer di atas. Dan, pacaran 10 tahun sekalipun tidak akan mempersiapkan mereka memasuki pernikahan. Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran-pemikiran berikut ini:

  1. Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang tidak ia sukai.

  2. Setiap kali bertemu, kami selalu mencari acara keluar atau kami ingin selalu bercumbuan saja.

  3. Saya rasa “dia akan meninggalkan saya” kalau saya menuntut kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.

  4. Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya, bahkan jalan pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dan sebagainya. (RM)

Diambil dan disunting dari:

Judul buletin : Shining Star
Edisi buletin : Tahun ke-VII, No.78, 2006
Penulis : Pdt. Yakub Susabda
Penerbit : Komisi Remaja GKI Gunung Sahari, Jakarta 2006
Halaman : 12 — 14
Diposkan pada My Self Study for Bible, Zee School

Apa Kata Alkitab Tentang Pacaran?

Ditulis oleh: Amidya

    1. Definisi Pacaran

Masa remaja adalah masa yang indah. Mengapa dikatakan indah? Karena, pada masa-masa inilah seorang remaja akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya. Secara biologis, tentu kita sudah tahu bahwa remaja putri akan mengalami haid, beberapa bagian tubuhnya mulai menonjol, dan lain sebagainya. Sedangkan, seorang remaja putra akan mulai tumbuh jenggot dan jakun, suara yang lebih membesar, dan beberapa perubahan lainnya. Pada masa ini juga, remaja akan mulai mengenal apa yang dinamakan cinta monyet. Apa itu cinta monyet? Apa itu pacaran? Mengapa bisa suka kepada lawan jenis? Dan, pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa pacaran adalah sebuah hubungan yang dijalin oleh seorang perempuan dengan laki-laki, di dalamnya ada rasa kasih dan sayang satu sama lain. Sedangkan, “berpacaran” memiliki arti berkasih-kasihan, bercinta, atau bersuka-sukaan. Tetapi, pernahkan Anda tahu bagaimana awal mula kata pacaran? Kata pacaran dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata “indehoi”. Kata “indehoi” ternyata tidak muncul dengan sendiri, tetapi kata ini berasal dari bangsa Mesir.

Di Mesir, terdapat tumbuh-tumbuhan yang bernama “hoi”. Hoi adalah tumbuhan yang tumbuh subur di sepanjang sungai Nil. Tumbuhan hoi tingginya setinggi perawakan manusia, antara 100-150 cm, berdaun hijau lebat, dan terus tumbuh sepanjang tahun. Di Mesir, biasanya seorang laki-laki yang tengah dekat dengan seorang wanita, kemudian mulai ada rasa tertarik dan rasa suka, hingga akhirnya mereka melakukan hubungan badan di balik pohon-pohon hoi. Nah, dari definisi dan sejarah tentang pacaran, kita bisa melihat bahwa konotasi “berpacaran” bersifat sangat bebas dan tidak alkitabiah. Oleh karena itu, sebagai gantinya kita bisa menyebutnya dengan teman dekat atau sahabat.

    1. Apa kata Alkitab tentang Pacaran?

Sepanjang Alkitab, mulai dari Kitab Kejadian sampai Kitab Wahyu, tidak pernah ditemukan tentang arti kata “pacaran”, walaupun beberapa orang menyebut bahwa pacaran adalah sebuah proses sebelum menuju atau memasuki jenjang pernikahan. Faktanya, Alkitab tidak pernah menuliskan tentang kata “pacaran”. Namun, Alkitab menuliskan sebuah ulasan yang indah tentang persahabatan. Dalam persahabatan, kita bisa mengasihi dan kita bisa juga bersahabat dengan seorang pria atau wanita. Tidak jarang dari persahabatan muncullah rasa suka, tertarik, dan menyayangi, sekalipun dengan sahabat kita yang lawan jenis.

Berangkat dari definisi istilah tersebut, pacaran selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bisa membangkitkan hawa nafsu seperti berciuman, berpelukan, atau bermesra-mesraan. Oleh karena itu, Alkitab telah mengingatkan kita bahwa hidup kita adalah bait Roh Kudus, sehingga kita harus menjaga kekudusan hidup, melakukan apa yang benar dan mulia, dan memikirkan hal-hal yang bijak.

Di dalam Alkitab, Tuhan memang tidak menetapkan secara jelas mengenai hal berpacaran. Akan tetapi, firman Tuhan memberikan standarisasi hidup yang harus kita lakukan sebagai pemuda-pemudi Kristen yang memiliki identitas Kristus, yaitu:

      1. Tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (1 Korintus 6:9)

      2. Melakukan yang benar, sebab tidak semua hal berguna bagi hidup kita (1 Korintus 6:12)

      3. Hidup kudus dan menjaga kekudusan hidup (1 Petrus 1:15)

      4. Menjauhi percabulan (1 Tesalonika 4:3)

Pacaran bukan masalah boleh atau tidak boleh, tetapi sudahkah kita menjalin sebuah hubungan pendekatan dengan lawan jenis yang sehat dan memuliakan nama Tuhan di dalamnya? Sampai taraf di mana pacaran yang kita lakukan? Oleh sebab itu, marilah kita mengintrospeksi diri dan terus memuliakan Tuhan dalam setiap hidup kita.

    1. Kesimpulan

Frasa berpacaran jikalau dilihat dari etimologi katanya ternyata memiliki unsur yang negatif karena dalam berpacaran pada konteks masa lalu, sepasang kekasih akan melakukan hubungan badan. Oleh sebab itu, frasa “berpacaran” harus dikaji ulang.

Lalu, bolehkah seorang remaja putri menjalin kedekatan dengan seorang remaja putra? Jawabannya tentu saja boleh, asalkan kita bisa mengikuti rambu-rambu yang sudah Allah berikan dalam Alkitab. Mengasihi lawan jenis tentu diperbolehkan, tetapi kita harus introspeksi diri karena kita sudah memiliki patokan dalam menjalin kedekatan dengan lawan jenis, atau apakah kita justru hanyut dalam berbagai problematika remaja?

Inilah saatnya untuk bangkit dan menjadi generasi-generasi muda yang memiliki karakter Kristus. Generasi yang memiliki integritas dan selektif dalam menjalin sebuah hubungan. Dan, satu hal yang utama, biarlah kita menjaga kekudusan kita hingga kita masuk dalam pernikahan yang kudus dan pernikahan yang menerima berkat sulung pernikahan.

Daftar Pustaka:

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001

  2. James C. Dobson. Cinta Kasih Seumur Hidup. Jakarta: Yayasan Kalam Hidup, 1999

Diposkan pada Zee School

Mengenal, Mengembangkan Potensi dan Bakat Anak

4988-d3d3LnBsdWttZS5jb20=b6df9961dca657cfa0465ba341bad606-b

Mengenali bakat anak adalah salah satu tanggung jawab orangtua. Apabila orangtua dapat mengetahui dan mengenali bakat anak sejak dini, maka orangtua dapat mengisi hari-hari anak dengan suatu kegiatan yang mengasah bakat dan tentunya yang juga disukai oleh anak.

Mengenali potensi anak dapat kita analogikan seperti mencari harta karun terpendam. Saat seseorang menjadi pencari harta karun (treasure hunter), maka ia berusaha menjadi yang pertama dalam menemukan harta tersembunyi tersebut dengan menggunakan petunjuk-petunjuk (clues) yang ada.

Silahkan menemukan jawaban setelah membaca materi ini : Mengenal_Mengembangkan_Potensi_dan_Bakat

Diposkan pada Your Competence

MANAJEMEN WAKTU UNTUK MAHASISWA

Pendahuluan : untuk para siswa-siswiku yang tahun ini mulai kuliah, ciayoo!
Banyak mahasiswa, terutama mahasiswa baru, merasa bahwa kebiasaan belajar yang dilakukannya sudah memadai. Manajemen waktu yang dilakukan sudah efisien. Terbukti di SMA dulu mereka adalah murid terpandai atau setidaknya tidak pernah merasa kesulitan mendapatkan nilai yang baik. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, beberapa diantara mahasiswa ini menyadari bahwa nilai yang diperoleh tidaklah secermelang seperti ketika di SMA. Nilai A atau B sepertinya sulit dijangkau. Mengapa? Apa sebenarnya yang terjadi? Salah satu jawabannya mungkin karena ketrampilan belajar, termasuk manajemen waktunya, kurang efektif. Kuliah di perguruan tinggi memang berbeda dengan belajar di SMA, karena itu manajemen waktu yang ada mestinya turut disesuaikan.

Memang tidak ada satu cara yang ampuh yang berlaku bagi semua orang dalam manajemen waktu, tetapi dengan mengenali diri sendiri dengan lebih baik anda dapat menentukan bagaimana anda akan mempergunakan waktu anda dengan lebih efektif. Patut pula diingat bahwa inti dari manajemen waktu adalah konsentrasi pada hasil dan bukan sekedar menyibukkan diri. Banyak orang menghabiskan hari-harinya dengan berbagai kegiatan yang seakan tiada habisnya tetapi tidak mendapat capaian apapun karena kurang konsentrasi pada hal yang benar.

Semester ganjil (PTA) 2014/2015 akan dimulai. Mungkin sekaranglah waktu yang tepat untuk mulai melakukan majamen waktu yang lebih sesuai.

Siklus Manajemen Waktu

Salah satu sistem manajemen waktu yang bisa dipilih oleh mahasiswa adalah menggunakan sistem siklus pada setiap tahun ajaran atau setiap semester. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk memulai manajeman waktu. Umumnya sistem ini dimulai dengan menetapkan tujuan (goal setting) untuk mengukuhkan konteks bagi manajemen waktu. Berikutnya adalah menelusuri penggunaan waktu dan membangun kesadaran tentang bagaimana anda akan menghabiskan waktu. Tahap ketiga adalah membuat rencana, dan ini termasuk membuat to do list, rencana mingguan, rencana bulanan, dan rencana semesteran. Tahap keempat adalah memantau (self monitoring) apa yang telah dikerjakan. Pada tahap ini anda menilai seberapa baik anda menjalankan rencana, seberapa akurat anda membuat rencana, seberapa tepat anda menduga kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dan sebagainya. Tahap akhir dari siklus manajemen waktu ini adalah pergeseran dan penyesuaian waktu dimana anda melakukan koreksi terhadap sistem yang berjalan sebelum memulai siklus yang baru.

 

Kuis Manajemen Waktu
Sebelum memulai melakukan manajemen waktu, ada baiknya anda evaluasi terlebih dahulu apa yang telah anda lakukan selama ini dengan menjawab pertanyaan berikut: Pertama, lima kegiatan/aktivitas apa yang paling banyak menyita waktu anda (menonton tv, main PS, jalan-jalan ke mall, belajar, tidur, ngobrol, atau apa?). Kedua, jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
• Apakah anda mengestimasi berapa jam anda membutuhkan waktu untuk belajar setiap minggu?
• Apakah anda selalu tepat waktu dalam mengerjakan tugas?
• Apakah anda mulai mengerjakan tugas akhir/penulisan ilmiah pada awal semester?
• Apakah anda membuat daftar apa yang harus dikerjakan (to do list)?
• Apakah anda menentukan target tertentu untuk setiap periode studi?
• Apakah anda memulai belajar dengan mengerjakan tugas/pr yang paling sulit?
• Apakah anda menyelesaikan belajar anda selama jam produktif setiap harinya?
Kalau jawaban anda pada kuis di atas lebih banyak “Tidak” dari pada “Ya”, maka sudah saatnya anda melakukan manajemen waktu yang baru.

 

Langkah untuk Meningkatkan Manajemen Waktu :
Di awal tulisan telah disebutkan bahwa, mula-mula anda harus menetapkan tujuan. Apakah anda punya target yang ingin anda capai pada semester sekarang? Jika anda sudah yakin dengan tujuan dan target yang ingin anda raih pada semester ini, maka anda sudah bisa memulai membuat jadwal semester.
1. Membuat Jadwal Semester
a. Catat tugas mata kuliah yang telah diketahui: paper, proyek penelitian, kuis, dan sejenisnya. Mencatat tugas pada setiap awal semester membuat anda mengetahui kapan anda membutuhkan waktu lebih banyak untuk kegiatan akademik dan kapan anda punya waktu lebih longgar untuk aktivitas lainnya
b. Catat aktivitas ko-kurikuler termasuk hari kerja (jika bekerja), pertemuan atau rapat organisasi, aktivitas sosial, jadwal keluar kota (pulang kampung di akhir pekan atau liburan), dan sejenisnya. Mencatat aktivitas ko-kurikuler memungkinkan anda mendapat gambaran yang lebih akurat tentang seberapa penuh atau seberapa luang jadwal anda selama satu semester. Aktivitas non akademik ini penting untuk menciptakan keseimbangan pada jadwal anda
Penting untuk diingat bahwa setelah anda mempunyai jadwal kegiatan semesteran ini, anda perlu memperbaharui jadwal semester ini secara berkala. Perubahan tenggat waktu pengumpulan tugas, misalnya, atau tugas matakuliah yang baru dan aktivitas lain yang perlu direncanakan, menyebabkan jadwal harus dikoreksi dan diperbaharui. Mempunyai jadwal semester yang akurat penting untuk tahap berikutnya dari proses ini, yaitu merencanakan beban kerja mingguan.
2. Menilai dan Merencanakan Jadwal Mingguan
a. Buat daftar apa yang harus dikerjakan dalam minggu depan, termasuk tugas kuliah, praktikum, kuis. Buatlah daftar ini inklusif, karena segala sesuatu membutuhkan waktu, apakah itu membaca satu bab, mengerjakan soal latihan, atau menulis outline untuk makalah penelitian
b. Masukkan dalam daftar apa yang harus dikerjakan minggu itu: aktivitas ko-kurikuler, jam kerja, olah raga, makan, dan kumpul dengan teman. Aktivitas sehari-hari dan aktivitas ko-kurikuler penting dan menciptakan keseimbangan hidup, walaupun itu berarti mengambil waktu belajar. Mempersiapkan makan dan mandi, misalnya, atau menghadiri rapat organisasi bisa menghabiskan waktu sebanyak waktu untuk membaca satu bab buku ajar
c. Estimasikan berapa lama setiap tugas dapat diselesaikan. Setiap aktivitas membutuhkan waktu yang berbeda, sehingga penting sekali untuk mengestimasikan berapa lama setiap tugas dapat diselesaikan dan menyediakan waktu untuk tugas tersebut. Bila anda tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, lebih baik mengestimasikan waktu secara konservatif. Jika anda dapat menyelesaikan waktu 30 menit lebih cepat dari yang anda perhitungkan, anda dapat menggunakan waktu sisanya untuk mengerjakan apapun yang anda suka, tetapi jika anda tidak dapat menyelesaikan dalam waktu yang telah direncanakan maka anda harus mengambil waktu dari kegiatan lain untuk menyelesaikan tugas yang membutuhkan waktu lebih lama dari yang direncanakan.
d. Identifikasi pada hari apa setiap tugas akan diselesaikan, selalu ingat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap tugas itu dan hal-hal lain yang juga harus dikerjakan pada hari itu. Dengan melihat jadwal minggu itu dan menyadari apa saja yang harus dikerjakan setiap harinya, tenggat tidak akan terlewati. Anda dapat membuat penyesuaian pada minggu tersebut, misalnya, jika anda melihat ada tugas yang membutuhkan waktu 6 jam untuk menyelesaikannya padahal hanya ada waktu tiga jam sebelum tenggat.
Membuat jadwal minggu berikutnya setiap jumat petang atau jumat malam adalah suatu kebiasaan yang baik. Karena jika minggu berikutnya jadwal sangat padat, maka akan sangat membantu jika menyelesaikan sebagian tugas pada akhir pekan itu agar tekanan pada minggu yang akan datang berkurang.
3. Jadwal Setiap Hari
a. Tulis jadwal harian pada setiap pagi. Termasuk tugas-tugas yang belum selesai dari hari sebelumnya. Pembuatan jadwal harian ini hanya membutuhkan beberapa menit saja karena anda sudah mempunyai jadwal mingguan sebagai pedoman. Gunakan kartu indeks atau buku kecil atau notes untuk mencatat jadwal harian ini agar anda dapat membawanya kemana-mana dan memeriksanya setiap saat untuk menandai tugas mana saja yang sudah diselesaikan.
b. Berikan skala prioritas untuk setiap tugas harian yang telah ditulis. Beberapa aktivitas harus dikerjakan hari itu dan sebagian lagi mungkin merupakan opsional untuk diselesaikan hari itu. Anda dapat menggunakan sistem A,B, C untuk memberi prioritas pada setiap tugas. A diberikan pada tugas yang harus diselesaikan pada hari itu dan C adalah opsional, sedangkan B penting tetapi tidak sepenting A. Cobalah untuk menyelesaikan semua tugas A sebelum mulai mengerjakan tugas B, dan akhirnya yang C. Cara ini dapat mengurangi tingkat stress karena beban tugas yang cukup banyak.
4. Evaluasi Setiap Jadwal
a. Evaluasi jadwal setiap pagi. Tanyakan pada diri sendiri apakah jadwal hari itu cukup realistis. Tuliskan berapa jam setiap tugas akan diselesaikan. Jika dirasa tidak mungkin diselesaikan, buang beberapa tugas dengan prioritas B dan C dari jadwal
b. Evaluasi jadwal setiap malam. Apakah semua tugas dalam daftar telah diselesaikan? Jika tidak, mengapa? Apakah karena jadwalnya tidak realistis atau manajemen waktunya yang tidak efektif? Apa penyesuaian yang bisa dilakukan agar di lain waktu anda dapat membuat jadwal yang lebih baik?

Mengupayakan agar Manajemen Waktu Berjalan dengan Baik
Menurut sistem kredit semester (SKS) mahasiswa belajar setidaknya dua jam di luar kelas untuk setiap jam belajar di kelas (ada universitas yang merekomendasikan lebih dari dua jam!). Jika seorang mahasiswa mengambil 18 SKS, yang berarti kuliah di kelas 18 jam per minggu, maka mahasiswa tersebut harus belajar sedikitnya 36 jam per minggu di luar kelas secara mandiri. Jadi mahasiswa tersebut harus merencanakan total jam belajar di kelas dan di luar kelas sebanyak 54 jam per minggu.
Pada awal tulisan, anda sudah mengidentifikasi lima kegiatan yang paling banyak menyita waktu anda. Nah, apakah anda siap untuk mengurangi atau mengganti aktivitas yang anda rasa dapat menggagalkan target belajar anda?

Berikut adalah beberapa strategi yang mungkin membantu membuat jadwal Anda menjadi efektif dan efesien.

1. Identifikasi waktu terbaik pada setiap harinya.
Apakah Anda termasuk seorang “night person” atau “morning person”? Gunakan kekuatan waktu tersebut untuk belajar. Belajar pada waktu terbaik setiap harinya – apakah itu pagi (jika anda seorang “morning person”) atau malam hari (jika anda seorang “night person”) – memungkinkan anda menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat.

2. Belajar subyek yang sulit atau membosankan lebih dulu.
Dalam keadaan segar, informasi dapat diproses lebih cepat dan anda jadi lebih menghemat waktu. Alasan lainnya adalah lebih mudah mendapatkan motivasi untuk mempelajari sesuatu yang menyenangkan pada saat lelah daripada mempelajari subyek yang membosankan.

3. Pastikan bahwa lingkungan sekitar kondusif untuk belajar.
Perpustakaan adalah tempat yang baik untuk belajar karena satu-satunya yang bisa dilakukan di perpustakaan adalah belajar. Tetapi jika perpustakaan tidak memungkinkan untuk belajar (karena jam operasi yang terbatas, misalnya), carilah tempat (dan waktu) yang memang benar-benar jauh dari gangguan.

4. Jangan tinggalkan rekreasi dan hiburan.
Kuliah di perguruan tinggi tidak berarti anda harus belajar sepanjang waktu. Anda harus tetap mempunyai kehidupan sosial demi keseimbangan hidup anda. Jadi, tidak ada salahnya anda menjadwalkan berkunjung dan mengobrol dengan teman atau mengerjakan hobi anda yang lain.

5. Usahakan anda punya waktu tidur dan makan yang cukup dan berkualitas.
Tidur seringkali dianggap sebagai “bank” dalam manajemen waktu. Maksudnya, setiap kali anda mendapat tugas yang membutuhkan waktu cukup banyak, anda akan “mengambil” waktu tidur anda untuk mengerjakan tugas. Hal ini jelas tidak efektif karena anda pasti akan memerlukan waktu yang lebih banyak lagi untuk mengerjakan tugas karena tubuh anda kelelahan sehingga kurang konsentrasi. Jadi kebutuhan tidur anda haruslah tetap diperhatikan.

6. Manfaatkan waktu menunggu atau kombinasikan dua kegiatan.
Jika anda menggunakan transpotasi umum untuk pergi dan pulang dari kampus anda seringkali harus menunggu beberapa menit bahkan beberapa jam di halte atau peron. Mengapa tidak manfaatkan waktu menunggu tersebut untuk membaca? Bawalah catatan atau ringkasan kuliah kemana pun anda pergi dan baca setiap ada kesempatan meskipun hanya satu paragraf.
Jika anda menggunakan kendaraan pribadi, mobil misalnya, jangan membaca sambil mengemudi karena sangat berbahaya. Tapi tidak berarti tidak bisa belajar selama perjalanan. Dengarkan saja rekaman belajar anda sendiri dari kaset.

Nah, anda sekarang sudah mempunyai manajemen waktu anda sendiri. Selamat belajar dan semoga sukses!

Diposkan pada Dream One Minutes With Me

Goodbye All … Godspeed

 

Dalam dunia ini pasti ada masa untuk pertemuan tapi ada juga perpisahan.  Bagaimana Anda meresponi perpisahan?
Mari tetapkan langkah-langkah di bawah ini:

1. MENCARI SUBSITUSI

Dengan perpisahan sebetulnya kita menemui tantangan baru. Bagaimana bisa membuat program baru yang lebih baik, tetapi mutunya tidak menurun. Kita harus melihat dari sisi yang lain.

Suatu peristiwa yang kelihatannya dramatis oleh manusia, dapat kita lihat dari sisi lain. Perpisahan mendorong kita untuk maju dan bersaing secara sehat.

2. MENGGANTI PARADIGMA

Dalam perpisahan kita mengganti paradigma, bahwa perpisahan bukan akhir dari pekerjaan. Justru sebaliknya perpisahan adalah permulaan baru untuk maju bersama-sama.

Akhir kata kita harus tetap berharap yang baik bagi teman (one of my dream).

Diposkan pada Your Competence

Mau belajar NLP ?

Ada banyak manfaat belajar dan mempraktekkan NLP tidak peduli Anda sebagai Guru, Murid, tenaga medis, healer, olahragawan, pebisnis. karyawan, ibu rumah tanga, karena NLP menyediakan berbagai tools untuk mempermudah hidup Anda. Lalu menunggu apa lagi untuk menunda belajar NLP ? so lakukan sekarang … belajar langsung dari buku online yang saya letakkan di blog ini (thanks to Darmawan Aji sebagai penulis). Langsung sedot di theessentialnlp2-1-120420223444-phpapp02(1)

Diposkan pada Dream One Minutes With Me

Prinsip Hidup

Apa yang dikeluarkan dari dalam hati, akan memenangkan hati orang lain bukan yang dari otak.

Bagaimana enaknya kita hidup? Apakah sembarangan atau teratur? Atau berdasarkan norma-norma yang dianut leluhur kita atau norma-norma kita sendiri? Mana yang kita pilih? Ingin hasil biasa-biasa saja atau luar biasa? Kalau mau luar biasa tentu ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kejujuran sebagian bagian dari integritas hidup.

Negara dan bangsa akan maju sebagai bangsa dan rakyat akan menikmatinya jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang maju adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang mempunyai dasar karakter yang kuat. Karakter ini tidak diajarkan di sekolah. Pelajaran agama juga tidak diajarkan di Sekolah-sekolah Jepang, tetapi dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral ini berasal dari kebudayaan Samurai yang terdiri dari 4 karakter yakni yang disebut ON, GIMU, GIRI dan NINJO. Masyarakat Jepang mendapatkannya dari orang tua mau pun masyarakat sekitarnya.

Karakter pertama ON berarti hutang budi. Dengan prinsip ini seseorang akan merasa berhutang jika ada orang berbuat baik terhadap dirinya.”Jika seorang berbuat baik kita harus membalas kebaikan tersebut” itulah prinsip mereka.

Yang kedua adalah GIMU berarti kewajiban. Jika seorang berhutang budi ia berkewajiban untuk membayarnya kembali.

Yang ketiga adalah GIRI yang artinya kebaikan. Dengan prinsip ini, seseorang akan membantu teman dekatnya bila dia butuh pertolongan, dan berusaha membantunya dengan cara apa pun.

Yang terakhir adalah NINJO yang artinya adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap sesama manusia.Keempat unsur ini adalah semacam kewajiban sosial yang harus dimiliki rakyat Jepang.

Kejujuran adalah salah satu prinsip mereka.Misalnya pada tanggal 29 September 2011 seorang menemukan amplop berisi uang 10 juta yen atau sekitar 1.1.M di toilet umum, Ia langsung mengembalikannya kepada polisi, tidak dikantonginya. Ternyata pemiliknya memang sengaja menaruh uang di toilet dengan tujuan untuk disumbangkan bagi korban gempa bumi Maret 2011 yang lalu. Berbicara keikhlasan, mungkin ini model baru, di Jepang dimana si penyumbang tidak menyebutkan namanya dan hanya berpesan di secarik kertas “Saya tinggal sendirian dan tidak butuh uang ini. Mohon uang ini diberikan kepada korban bencana tsunami”. Berita ini disiarkan oleh BBC. Akhirnya uangnya berlabuh di kantor polisi Tokyo dan polisi memberikannya ke Palamg Merah jika dalam waktu tiga bulan tidak ada yang mengklaim uang tersebut.

1. Berpeganglah pada sebuah prinsip
Prinsip hidup kalau sudah mendarah daging tidak perlu ada polisi, guru, pasangan hidup atau orang tua yang mengawasinya. Ini namanya integritas. Manusia berintegritas dengan sendirinya akan taat pada prinsip yang dipegangnya termasuk prinsip agamanya.

Mungkin kisah sederhana berikut ini dapat dipelajari. Waktu George Washington kecil di kebunnya ada sebuah pohon cherry yang sangat disayangi ayahnya. George sering bermain disana dan suka memotong motong dahan pohon cherry itu dengan kapaknya. Rupanya pohon yang sering dikapa itu akhirnya mati. Ayahnya bertanya pada seluruh keluarga siapa yang mematikan pohonnya.Semuanya terdiam, namun George maju dan mengaku bahwa dialah yang membuat pohon itu mati. Ayahnya tidak marah dan berkata,”kejujuranmu itu sanghat berharga, lebih berharga dari pohon yang batangnya dari perak dan buahnya dari emas”. Itulah harga dari suatu kejujuran.

2.Prinsip adalah dasar yang kuat
Orang Jepang berpegang pada prinsip budaya mereka seperti bekerja keras, mau hidup hemat, loyal, inovatif, pantanag menyerah, gemar membaca dan menjaga tradisi ditengah modernisasi. Kerja keras mereka dibuktikan dengan jumlah kerja pegawai Jepang adalah 2.450 jam/tahun . Di tempat penginapan kami ada orang Jepang tinggal namun Sabtu Minggu juga kerja, tidak heran orang Jepang dalam 9 hari bisa menyelesaikan 1 mobil dibandingkan orang Barat yang membutuhkan 47 hari untuk mengerjakan mobil yang sama.

3.Kejujuran adalah modal utama
Waktu tsunami terjadi warga korban tsunami menemukan selembar cek senilai Rp.359 juta. Seorang wanita menemukan unag tunai sebanyak 233 juta, ada cek senilai 11.6 milyar yang ditemukan dalam brankas dan berbagai penmuan lainnya senilai 700 miliar rupiah. Walaupun yang menemukan adalah korban tsunami yang tidak memiliki rumah, makanan dan tidur dipenampungan, namun tidak ada satu pun uang tersebut yang mereka ambil. Semua diserahkan pada polisi karena prinsip hidup mereka tidak boleh memiliki barang yang bukan milik sendiri. Luar biasa, Kita harus belajar dari prinsip mereka agar dapat maju.

Presiden Thomas Jefferson berkata,”Kejujuran adalah bab pertama dari buku kebijakan”

Kita bisa mengajarkan hal yang baik kepada anak-anak, keluarga atau pegawai kita, walaupun gerakan kita seperti setetes air di tengah laut, jangan kuatir beberapa tetes air lama-lama dapat membuat gelombang. Apakah anda juga mau menjadi contoh ditengah hiruk pikuk keputusasaan bangsa kita. Mari kita mencoba,

Integritas berbicara kebenaran terhadap diri kita, Kejujuran menceritakan kebenaran kita pada orang lain.

Spencer Johnson